Sabtu, 16 November 2013

Mimetik dalam Kumpulan Cerpen Jangan Main-main (dengan Kelaminmu) Karya Djenar Maesa Ayu

PENDAHULUAN
Cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu) Djenar mengisahkan kehidupan seoarang suami yang tak pernah puas terhadap istrinya. Suami yang karna rasa ketidakpuasannya lalu mencari kepuasaan diluar rumah. Dalam cerpen ini Djenar fokus pada fenomena perselingkuhan. Dan hal ini banyak dilakukan oleh masyarakat kota. Seperti contoh kasus berikut:
Kasus perselingkuhan yang melibatkan Brigadir E (29), polisi wanita Satuan Lalu Lintas Polres Kendal, dan Brigadir K, oknum polisi Patroli Jalan Raya (PJR) Direktorat Lalu Lintas Polda Jawa Tengah, terungkap oleh teknologi (Global Positioning System) di mobil Brigadir E. Berdasarkan pemeriksaan dari Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Jawa Tengah, Brigadir E meninggalkan jam dinas tanpa izin, pada Rabu 4 September 2013, sekira pukul 09.00. Dia menggunakan mobil Terios putih dengan pelat nomor palsu K 8084 E menjemput Brigadir K yang sedang lepas dinas. Pelat nomor aslinya diketahui H 811 AN.
Saat itu, suami Brigadir E, yakni Bripka K yang juga polisi di Biro Sumber Daya Manusia (SDM) Polda Jawa Tengah, melakukan cek posisi GPS dan menemukan posisinya. Hingga akhirnya, terjadi penggerebekan di kamar hotel yang berlokasi di Kelurahan Sampangan, Kecamatan Gajahmungkur Kota Semarang, sekira pukul 11.00. Pasangan Brigadir E dan Bripka K diketahui sudah memiliki tiga anak. “Saat digerebek, mereka sedang duduk–duduk. Brigadir E juga seharusnya masih bekerja pada jam itu, tapi ternyata meninggalkan tugasnya tanpa izin,” ujar Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Jawa Tengah Komisaris Besar Djihartono, di Mapolda Jawa Tengah, Jumat (6/9/2013 dikutip dari sindonews.com).
Kasus yang sama juga terjadi di Jakarta, Inggrid Kansil disebut-sebut tertangkap basah oleh suaminya, Syarief Hasan sedang berselingkuh dengan anak tirinya sendiri di kamar. Topik itu ramai dibicarakan di Twitter sejak Selasa (14/5/2013) malam. Isu tak sedap soal artis yang kini duduk di DPR itu pun masih hangat jadi pergunjingan. Gosip itu pertama kali dilempar oleh akun @triomacan2000  yang berkicau 'mama dan anak kepergok bapak main kuda-kudaan, istana jadi panas'. (15 Mei 2013, dikutip dari TRIBUNNEWS.COM)
Kasus selanjutnya datang dari John Major, Mantan Perdana Menteri Inggris ini memang terlihat sebagai pria baik-baik. Tetapi, siapa sangka ia berselingkuh dengan mantan perdana mentri dari partai konservatif Inggris yang pernah menjabat sebagi anggota parlemen, Edwina Currie. Hubungan terlarang itu berjalan selama empat tahun. (5 Agustus 2010, dikutip dari vivalife.com)
    Dari fenomena diatas dapat kita lihat bahwa perselingkuhan di dalam masyarakat Indonesia masih menjadi hal yang tabu. Maka dari itu cerpen djenar kali ini mencoba mengungkap semua secara gamblang. Dengan gaya bahasa djenar yang apa adanya bahkan terkesan vulgar.
Fokus penelitian dalam artikel ini adalah mimetik dalam cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu). Sedangkan tujuan penulisan artikel ini adalah untuk menggambarkan tiruan antara masyarakat dan sastra dalam cerpen jangan main-main (dengan kelaminmu).
TEORI
Menurut Plato (Pradotokusumo, 2005:76) mimesis “kenyataan”, sastra hanyalah tiruan dan tidak menghasilkan kopi yang sungguh-sungguh. Seni hanyalah meniru dan membayangkan hal yang tampak, jadi berdiri di bawah kenyataan. Seni seharusnya truthful ‘penuh kebenaran’ dan seorang seniman harus modest ‘rendah hati’ seniman cenderung mengumbar nafsu, padahal manusia yang berasio seharusnya meredakan nafsu.
Pradopo (2011:10) Kritik mimetik memandang karya sastra sebagai tiruan, pencerminan, atau penggambaran dunia dan kehidupan manusia, dan kriteria utama dikenakan pada karya sastra adalah “ kebenaran” penggambaran, atau yang hendaknya digambarkan.
Semi (1968: 43) Kritik mimesis memandang bahwa sastra merupakan tiruan atau pemaduan antara kenyataan dengan imajinasi pengarang, atau hasil imajinasi pengarang bertolak dari suatu kenyataan.
PEMBAHASAN
Penggambaran kritik mimetik dalam cerpen jangan main-main (dengan kelaminmu)
Dalam cerpen jangan main-main dengan kelaminmu djenar mengandalkan pengulangan dari satu paragraf ke paragfraf lainnya. Setiap sesi paragraf selalu dituturkan oleh suami, sahabat suami, pacar suami dan istri.
Saya heran, selama lima tahun kami menjalin hubungan, tidak sekalipun terlintas di kepala saya tentang pernikahan. Tapi jika dikatakan hubungan kami hanya main-main, apalagi hanya sebatas seksual, dengan tegas saya menolak. Saya sangat tahu aturan main. Bagi pria semapan saya, hanya dibutuhkan beberapa jam untuk main-main, mulai main mata hingga main kelamin. Bayangkan! Berapa banyak main-main yang bisa saya lakukan dalam lima tahun?(Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu), 2008:1)
Persepektif pengakuan sesi pertama diatas dituturkan oleh suami, yang menceritkan pengakuan selama lima tahun bersama tapi tak sedikitpun terlintas dipikirannya untuk menikahi pacar selingkuhannya. Hal tersebut bisa terjadi dalam kehidupan nyata, mereka bisa saja menjalin hubungan gelap selama bertahun-tahun tanpa menghalalkan hubungannya dalam ikatan pernikahan.
Awalnya memang urusan kelamin. Ketika pada suatu hari saya terbangun dan terperanjat di sisi seonggok daging tak segar dipenuhi gajih yang tak akan mudah hilang dengan latihan senam maupun fitness setiap hari sekalipun. Hanya sedot lemak yang dapat menyelamatkan onggokan daging itu dari lemak-lemaknya. Setelah itu pun harus pandai-pandai merawatnya. Dan kerut-merut disekitar mata, kening, dan lehernya, hanya dapat tertolong oleh bedah plastik. Kalau hanya akupuntur, entah berapa juta jarum yang harus ditusukkan supaya dapat mengembalikan kekencangan semula. Lantas apakah ada teknologi pengubah pita suara? Ketika onggokan daging itu bernyawa, ia benar-benar bagai robot dengan rekaman suara. Celakanya, rekaman suaranya cempreng seperti kaleng rombeng. Astaga . . . pusing saya mendengarnya. Pagi-pagi sebelum berangkat kerja saya mau tenang. Sebentar kemudian saya terjebak kemacetan, bertemu klien yang menyebalkan, dan karyawan yang tak berhenti meminta tanda tangan, rutinitas yang membosankan. Anehnya, sejak hari itu, saya lebih memilih lekas-lekas berada di tengah-tengah kemacetan dan segudang rutinitas yang membosankan itu ketimbang lebih lama dirumah melihat seonggok daging yang tak sedap dipandang dan suara yang tak sedap didengar. Kalau saya sudah jengah bertemu, apalagi kelamin saya?(Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu), 2008:3)
Pada sesi kedua paragraf  ini suami menuturkan alasannya mengapa dia memilih untuk selingkuh, dia merasa istrinya sudah tak lagi seperti yang dia dambakan. Dia menilai tubuh istrinya sudah tak secantik dulu dan sangat cerewet. Hal seperti ini banyak kita jumpai di dalam kehidupan masyarakat, istri-istri seringkali berpenampilan seenaknya, tidak lagi menjaga tubuhnya seperti saat sebelum menikah, dan mungkin hal inilah yang menyebabkan para suami tak betah dirumah dan fatalnya memilih untuk selingkuh.
Pada fakta yang sama yang dilontarkan oleh pacar suami, disini dia sebagai perempuan sudah sadar bahwa nantinya dia akan menjadi menjadi seorang istri tetapi dia masih saja merasa bahwa dirinya sekarang masih cantik, digilai banyak lelaki. Hal itulah yang membuatnya tak mau keluar dari lingkaran kehidupannya sekarang, menjadi wanta simpanan. Terbukti dari fakta yang diucapkannya
Tapi sekarang yang sekarang, nanti ya nanti. Saya cantik, ia mapan. Saya butuh uang, ia butuh kesenangan. Serasi, bukan? (Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu), 2008:6)
Pada fakta yang sama yang dilontarkan oleh istrinya, dia merasa sudah melakukan apapun yang terbaik agar suaminya betah dirumah tetapi hasilnyanol. Karena walau dia sudah maksimal menata dan merawat rumah tetapi suaminya masih saja menjauhkan diri darinya. Terbukti dari ungkapannya
Tapi sudah menjadi kewajiban saya untuk cerewet. Tanpa saya cereweti, pembantu-pembantu pasti kerjaannya hanya ongkang-ongkang kaki. Saya ingin rumah selalu terjaga rapi, bersih, supaya ia senantiasa betah di rumah. Supaya perasaannya tenang sebelum dan sesudah meninggalkan rumah. (Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu), 2008:7)
Pada sesi ketiga menceritakan bahwa istrinya hamil.
Saya heran bisa juga seonggok daging itu hamil. Padahal saya hanya menyentuhnya sekali dalam tiga sampai lima bulan. Itupun karena kasihan. Juga dengan ritual, terlebih dulu minum gingseng supaya ereksi. Juga dengan catatan, lampu harus mati dan mata terpejam. Karena saya sudah terbiasa melihat dan menikmati keindahan. Tubuh tinggi semampai. Kaki belalang. Rambut panjang. Leher jenjang. Pinggang bak gitar. Dan buah dada besar. Ah . . . seperti apakah bentuknya nanti setelah melahirkan? (Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu), 2008:8)
Pernyataan yang dilontarkan suami nampak takut bahwa tubuh istrinya akan jadi apa setelah melahirkan. Dan itu artinya dia masih simpati, masih memikirkan istrinya. Hal tersebut juga pastinya pernah menghinggapi pikiran para suami apabila istrinya pasca melahirkan. Mereka takut bila istrinya tak secantik dulu, padahal istri sudah rela mempertaruhkan nyawanya demi melahirkan seorang anak yang didambakan suami.
Saya heran. Ternyata istrinya hamil. Padahal ia mengaku hanya sekali dalam tiga sampai lima bulan. Itupun harus dengan ritual, terlebih dulu minum gingseng supaya ereksi dan memadamkan lampu supaya ia leluasa membayangkan saya. Sesungguhnya hubungan dengan istrinya baik-baik saja dan jika mereka punya anak, pastilah hubungan mereka tambah membaik.  Ah . . .  saya tidak bisa bayangkan, apa yang akan terjadi setelah istrinya melahirkan?(Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu), 2008:9)
Pernyataan yang dilontarkan pacar suami diatas menyiratkan bahwa wanita ini mulai gelisah, ragu karena istri selingkuhannya telah hamil. Dia takut apabila nantinya lelakinya akan meninggalkannya saat istri sahnya melahirkan. Hal ini lumrah terjadi pada wanita-wanita simpanan, mereka akan resah bila istri sah lelakinya mengaihkan pandangannya.
Saya heran. Ternyata saya hamil. Padahal jarang seklai ia menyentuh saya. Benar-benar hanya sekali dalam tiga sampai lima bulan. Itupun  dengan lampu yang dipadamkan dan matanyapun selalu terpejam. Seolah-olah ia tidak sedang bersama saya. Ia sedang berada di dunia lain dan tidak mau berbagi dengan saya. Tapi saya hamil. Saya akan memberikannya seorang anak. Mungkin perkawinan kami bisa terselamatkan dengan kelahirab anak kami kelak.  Ah . . .  saya tidak bisa bayangkan, apa yang akan terjadi setelah saya melahirkan? (Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu), 2008:10)
Berbeda dengan pernyataan yang dilontarkan istri, istri merasa bingung. Satu sisi dia bahagia akan mendapatkan seorang anak dan berharap anak itu bisa menyelamatkan perkawinan mereka. Tetapi disisi lain istri juga bingung kenapa kehamilan ini bisa terjadi padahal suaminya jarang sekali menyentuhnya, bahkan saat berhubungan suami selalu membayangkan orang lain. Fenomena dimasyarakat anak selalu menyelamatkan perkawinan orang tuanya. Dari anaklah orang tua akan berpikir dua kali untuk mengambil keputusan berpisah.
Selanjutnya pada sesi keempat.
Saya heran. Kehamilan ini tidak juga membuat hati saya bahagia. Kehamilan ini membuat saya bingung. Apakah memang saya ditakdirkan untuk selamanya terperangkap dengan onggokan daging yang tak segar, gelayut lemak, dan bunyi kaleng rombeng, hanya karena saya terlanjur dikaruniai anak? (Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu), 2008:10)
Dari kutipan diatas tergambar bahwa suami mulai bingung dengan kehamilan istrinya, dia takut akan takdir yang menimpanya. Dia takut bahwa istrinya akan semakin jelek sesaat sudah melahirkan kelak. Di dalam masyrakat kekhawatiran seperti ini sering muncul, para suami takut bila istrinya tak akan secantik saat perawan sesaat setelah melahirkan. Padahal bila istri-istri bisa menjaga tubuh mereka, hal itu tak akan terjadi. Karena pada dasarnya kekhawatiran-kekhawatiran tersebut masih bisa ditepis.
Padahal, saya melihatnya sebagai karunia, sebuah jawaban dan upaya dari alam supaya ia bisa mulai menata kembali rumah tangganya. (Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu), 2008:11)
Kutipan diatas nasehat yang dilontarkan sahabat suami, yang menasehatinya bahwa anak adalah karunia. Bukan malapetaka seperti yang sedang ditakutkan oleh tokoh saya(suami) saat ini.
Saya rasa saya sudah melangkah terlalu dalam. Sudah begitu banyak waktu yang terbuang hanya untuk urusan gombal-gombalan. Sudah saatnya saya bertindak tegas. Tidak seperti dirinya yang hanya dapat bergumam, saya akan menentukan dan memilih kebahagiaan saya sendiri. (Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu), 2008:12)
Kutipan diatas mencerminkan bahwa pacar suami sudah mulai mengambil keputusan tegas dalam hubungan gelapnya selama ini. Dia merasa berhakk menentukan kebahagiaannya sendiri. Dia memilih untuk pergi meninggalkan semuanya. Hal demikian juga bisa kita lihat dalam masyarakat, wanita-wanita simpanan akan tegas meninggalkan pria-pria hidung belangnya bila pria-pria tersebut tak bisa memberikan kejelasan akan hubungannya itu.
Mungkin saya sudah terlalu lama merendahkan diri sendiri dengan membiarkannya menginjak-injak harga diri saya selama pernikahan kami. Tapi jangan harap ia bisa melakukan hal yang sama kepada anak saya. Sudah saatnya saya bertindak tegas. Saya berhak menentukan dan memilih kebahagiaan saya sendiri. (Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu), 2008:12)
Di akhir cerita,
Saya hanya main-main, Ma ... saya cinta kamu. Beri saya kesempatan untuk memperbaiki kesalahan saya. (Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu), 2008:12)
    Pernyataan diatas dilontarkan suami, dia ingin sekali memperbaiki rumah tangganya. Dia jujur dengan semua perbuatannya, dia mengaku hanya main-main. Pengakuan seperti ini juga sering kita temui di dalam masyarakat. Para pelaku perselingkuhan akan mengaku dan meminta maaf kepada pasangannya agar hubungan kembali seperti semula, baik-baik saja. Tetapi untuk perkara dimaafkan atau tidak respon yang diberikan akan selalu beragam. Karena tidak semua orang bisa menerima kesalahan selingkuh dari pasangannya. Walaupun terkadang mereka selingkuh karena alasan pasangannya yang kurang perhatian, dsb.
Saya sering katakan, jangan main api nanti terbakar.
Saya tidak main-main. I’am leaving you...
Saya tidak main-main. I’am leaving you...
Ini tidak main-main!
(Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu), 2008:13)
Istri sudah memperingatkan suami bahwa jangan pernah memulai perselingkuhan itu. Itu adalah penghianatan terbesar dalam pernikahan. Tetapi selama lima tahun ini suami tak jera. Dan sekarang akhir dari semuanya adalah istri sudah tegas memilih untuk meninggalkan suaminya. Dia tidak main-main dengan keputusannya. Dia tak juga gentar walau dia sedang hamil. Hal ini dilakukannya agar suami bisa belajar, bahwa kesetiaan itu harus dijaga. Tak ada kompensasi untuk satu ini. Penghianatan akan dibayar mahal. Karena wanita manapun juga tak ada yang rela bila suami mereka harus berbagi hati dengan wanita lain.
KESIMPULAN
Dari fenomena diatas dapat kita simpulkan bahwa apapun kekurangan pasangan kita jangan sampai membutakan mata kita untuk berpaling darinya, walau rumput tetangga terkadang menawarkan hijau yang menyilaukan mata, setia tetap utama, karena dari setia kebahagiaan yang abadi akan kita reguk. Dari cerpen tersebut pembaca akan diberikan pelajaran bahwa harga yang mahal untuk sebuah perselingkuhan. Dari sinilah kita bisa menilai bahwa kehidupan yang dituliskan oleh penulis mencerminkan kehidupan yang ada di masyrakat, itulah inti dari teori mimesis.
DAFTAR PUSTAKA
Ayu, D. M. (2008). Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Pradopo, R. D. (2011). Prinsip-Prinsip Kritik Sastra. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Pradtokusumo, P. D. (2005). Pengkajian Sastra. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Semi, D. A. (1989). Kritik Sastra. Bandung: Angkasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar